ZMedia Purwodadi

Monopoli Cekik Rakyat: Menuntut Keadilan di Tanah Minang

Table of Contents

Padang, 17 Oktober 2025 — Pernyataan Ketua PW KAMI Sumbar, Rifqi Fernanda Sikumbang, tentang keberadaan PT Japfa Comfeed di Kasang, Padang Pariaman, adalah alarm keras yang tidak boleh kita abaikan. Apa yang disampaikan sesungguhnya adalah jeritan rakyat yang selama ini dipaksa bungkam: sebuah korporasi raksasa diduga mengeruk keuntungan besar, sementara peternak kecil dan masyarakat sekitar hanya menanggung kerugian.

1. penjajahan ekonomi gaya Baru : Monopoli Rantai Pasok

Volatilitas harga daging ayam broiler di Ranah Minang, yang memicu inflasi, diduga kuat bukan sekadar anomali pasar, melainkan cerminan dari praktik monopoli terintegrasi yang dilakukan oleh korporasi besar, khususnya PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk.

Ketua Umum PW KAMI Sumbar, Rifki Fernanda Sikumbang, menjelaskan bahwa sistem kemitraan inti-plasma yang diterapkan telah menciptakan ketergantungan absolut bagi peternak lokal karena dominasi perusahaan menguasai seluruh rantai pasok.

"Perusahaan inti mengendalikan seluruh Input Vital seperti pakan dan DOC (Day Old Chicks/Anak Ayam Umur Sehari). Kenaikan biaya pakan, yang merupakan komponen terbesar, langsung dibebankan kepada peternak, tetapi saat harga jual ayam di pasar sedang baik, peternak plasma terikat kontrak dengan harga yang ditentukan korporasi. Ini membatasi pasokan ke pasar bebas lokal dan berujung pada lonjakan harga eceran yang merugikan konsumen," tegas Rifki Fernanda Sikumbang.

KAMI Sumbar menegaskan praktik dominasi pasar ini jelas bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1999 (Pasal 11 tentang Kartel dan Pasal 17 tentang Monopoli). Dugaan ini menunjukkan bahwa pintu persaingan usaha yang sehat telah tertutup, digantikan oleh mekanisme yang mencekik peternak mandiri.

Rifki Fernanda Sikumbang lantas menyampaikan seruan yang tajam:

“Monopoli ayam broiler di Sumatera Barat adalah bentuk penjajahan ekonomi gaya baru yang merampas kedaulatan pangan kita. Pemerintah daerah dan KPPU harus berani membongkar praktik ini, karena inflasi bukan sekadar angka statistik—ia adalah penderitaan nyata rakyat kecil yang semakin sulit membeli lauk pauk harian.”



2. Rakyat menanggung beban, korporasi menghisap keuntungan.

Dampak monopoli ini tidak berhenti di pasar. Anggota KAMI, Khairul Anas, menyoroti bagaimana keuntungan yang diraup korporasi berbanding terbalik dengan kerugian dan penderitaan yang ditanggung masyarakat lokal.

Khairul Anas mengungkap ironi kemitraan yang menindas:

"Di atas kertas, Japfa mengklaim dirinya sebagai penyedia protein bangsa. Namun di lapangan, pola kemitraan yang dijalankan justru menjerat peternak rakyat dalam lingkaran ketidakadilan... Akibatnya, peternak menanggung kerugian, sedangkan perusahaan tetap meraup untung."

Selain eksploitasi ekonomi peternak, Khairul Anas juga menggarisbawahi dampak lingkungan dan sosial yang diabaikan:

"Tidak berhenti di situ, masyarakat Kasang yang tinggal di sekitar pabrik harus menanggung dampak sosial dan lingkungan. Jalan-jalan rusak akibat truk-truk berat, udara tercemar, kebisingan mengganggu, dan kontribusi sosial perusahaan nyaris tak terasa. Padahal, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan tegas menjamin hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat."

Pengabaian ini juga melanggar UU No. 40 Tahun 2007 (Pasal 74) tentang kewajiban Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL/CSR).

3. Pemanggilan aksi massa : rebut kembaliu kedaulatan Rakyat 

Keberadaan Japfa Kasang yang merugikan rakyat dinilai sebagai pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa kekayaan alam harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Jika rakyat justru dirugikan, maka jelas ada penyimpangan dari prinsip dasar negara.

Oleh karena itu, KAMI Sumbar menuntut KPPU dan Pemerintah Provinsi untuk:

Melakukan Audit Struktural terhadap penguasaan pasar PT Japfa Group di Sumbar.

Mendorong Kemandirian Peternak melalui koperasi pakan lokal untuk memutus mata rantai ketergantungan.

Kita tidak boleh berdiam diri! Saatnya seluruh elemen masyarakat, tokoh pemuda, mahasiswa, organisasi kepemudaan (OKP), dan seluruh rakyat Sumatera Barat yang merasa dirugikan bersatu dan bergerak!

Mari kita rebut kembali hak-hak peternak dan masyarakat lokal yang terampas. Turun ke jalan! Bersama sama, senin, 20 Oktober 2025, pukul 14.00 wib – sampai menang, di depan pabrik Pt. Jadfa Comfeed Kasang, Padang Pariaman.


Khairul Anas menegaskan kembali prinsip perjuangan mereka:

"Kami, dari KAMI Sumbar, menegaskan bahwa rakyat harus mendapatkan haknya. Tidak boleh ada lagi korporasi yang berdiri di atas penderitaan rakyat. Jika negara lebih memilih melindungi investor, maka rakyat harus hadir untuk melindungi dirinya sendiri."

Bersatu! Lawan! Rebut Keadilan Pangan di Tanah Minang!

Khairul Anas

Anggota KAMI Sumbar.